Pada 24 Mei, kami kembali turun ke jalan dalam jumlah besar. Di 150 negara, dengan lebih dari 4.000 acara, dan menuntut agar pemerintah segera mengambil langkah pasti untuk menjaga tingkat pemanasan di bawah 1,5 derajat Celcius. Kami mempersiapkan aksi ini selama berminggu-minggu dan berbulan-bulan. Kami telah menghabiskan banyak waktu untuk persiapan dan mobilisasi, yang sebenarnya bisa saja kita gunakan untuk berkumpul dengan teman atau belajar.
Kami, kaum muda dan pelajar, merasa tak punya pilihan lain: Setelah bertahun-tahun berdiskusi, bernegosiasi tanpa henti, disuguhi berbagai kesepakatan perubahan iklim tanpa arti, sejumlah perusahaan penghasil energi fosil tetap bebas menggali tanah dan membakar masa depan kita demi keuntungan mereka. Para politisi sudah tahu soal perubahan iklim selama puluhan tahun. Mereka dengan enteng melemparkan tanggung jawab terhadap masa depan ke tangan para oportunis yang mengancam eksistensi kita demi keuntungan belaka.
Kami sadar jika tidak segera bertindak untuk masa depan kita, maka tidak ada yang akan memulainya. Kami sendirilah yang dinantikan untuk memulai.
Suara kita kembali didengar di jalan-jalan, tetapi semua ini bukan hanya tugas kami.
Kami merasa masih banyak orang dewasa belum sepenuhnya mengerti kalau kami, generasi muda, takkan bisa mencegah krisis iklim ini seorang diri. Maaf kalau ini membuatmu tidak nyaman. Namun ini bukanlah tugas satu generasi saja. Ini tugas kemanusiaan kita. Kaum muda bisa berkontribusi dalam perjuangan yang lebih besar dan itu bisa sangat membantu.
Maka, ini ajakan kami untukmu. Pada Jumat, 20 September, kita akan memulai pekan aksi iklim dengan melancarkan pemogokan global demi iklim. Kami mengajakmu bergerak bersama. Banyak aksi berbeda yang berlangsung di berbagai belahan dunia, dan orang-orang dewasa bisa bergabung, turun tangan, dan meninggalkan zona nyaman demi iklim kita. Ayo semuanya, kita bergabung; bersama tetangga, rekan kerja, teman, keluarga, mari turun ke jalan agar suara kita didengar, dan jadikan ini titik balik dalam sejarah kita.
Ini adalah aksi meruntuhkan batasan – ini tentang perjuangan di mana pun kita bisa. Jangan sekadar berkata, “Ya, aksi muda-mudi itu bagus; kalau masih muda, aku pasti bergabung.” Semua orang bisa dan harus membantu.
Saat Revolusi Perancis, kaum ibu turun dan membanjiri jalanan demi anak-anak mereka. Hari ini, kita, kaum muda, memperjuangkan diri kita sendiri, tetapi banyak orang tua sibuk membahas nilai kita di sekolah, diet baru, atau kejadian pada episode terakhir Game of Thrones – sementara bumi kita terbakar.
Momen ini harus terjadi. Laporan khusus mengenai pemanasan global yang tahun lalu dikeluarkan oleh Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim PBB menjelaskan bahaya baru dari pemanasan global yang melebihi 1,5 derajat Celcius. Tingkat emisi harus diturunkan secara pesat – agar saat berusia 25-30 tahun, kami bisa hidup dalam dunia yang telah sepenuhnya berubah.
Namun untuk mengubah banyak hal, kita membutuhkan banyak pihak. Ini saatnya kita semua melancarkan perlawanan massal – kita telah menunjukkan kalau aksi bersama bisa berhasil. Kita harus meningkatkan tekanan untuk memastikan perubahan terjadi, dan kita harus melakukannya bersama-sama.
Jadi, inilah kesempatan kita – bergabunglah dengan kami dalam pemogokan iklim bulan September ini.. Rakyat sudah bangkit untuk menuntut aksi nyata dan perubahan. Jika berjuang bersama, kita punya peluang. Kalau kita peduli, kita harus lebih banyak bertindak ketimbang berbicara. Kita harus bertindak.
Ini bukanlah hari terakhir kita turun ke jalan, tetapi awal baru. Kami berharap padamu.
Greta Thunberg (Swedia), Luisa Neubauer (Jerman), Kyra Gantois (Belgia), Jonas Kampus (Swiss), Linus Dolder (Swiss), Noga Levy-Rapoport (Britania Raya), George Bond (Britania Raya), Lena Bühler (Swiss), Eslem Demirel (Swiss), Beth Irving (Britania Raya), Louis Motaal (Jerman), Asees Kandhari (India), Zel Whiting (Australia), Alexandria Villaseñor (Amerika Serikat), Marenthe Middelhoff (Belanda), Lubna Wasim (India), Radhika Castle (India), Martial Breton (Perancis), Zhang Tingwei (Taiwan), Parvez Patel (India), Wu Chun-Hei (Taiwan), Anjali Pant (India), Tristan Vanoni (Perancis), Luca Salis (Jerman), Brian Wallang (India), Nurul Fitrah Marican (Malaysia), Anisha George (India), Hiroto Inoue (Jepang), Epri Wahyu Pratiwi (Indonesia), Alvinsyah (Indonesia), Bio Andaru (Indonesia), Krishna Ariola (Filipina),